Jumat, 21 Desember 2012

Kronologi Penyebab Jatuhnya Pesawat Sukhoi di Gunung Salak –Indonesia








Tragedi Sukhoi Superjet 100





Setelah 9 bulan menunggu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya mengumumkan penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada Mei lalu. ...

Artikel ini saya sunting dari liputan beberapa berita terbaru mengenai investigasi dan keterangan mengenai sebab-sebab peristiwa jatuhnya Pesawat Sukhoi.

Foto-foto Eksclusive Musibah Pesawat Sukhoi superjet 100
Bukan maksud untuk ekpos atau publikasi yang tak sopan, tapi foto-foto yang saya kumpulkan ini sekedar mengenang, semoga para korban musibah sukhoi yang telah meninggal, diampunkan dosanya dan mendapatkan tempat yang layak dan diterima oleh Allah SWT.amiinn..

Para Pramugari, Kru, dan Pilot Sukhoi sebelum kena Musibah











Puing Reruntuhan Sukhoi






>

Evakuasi Jenajah Sukhoi yang jatuh












Berikut dibawah ini Rangkuman liputannya ;

- Kronologi Jatuhnya Sukhoi yang Nahas
Liputan6.com, Jakarta
Setelah lebih 8 bulan melakukan investigasi, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya mengumumkan penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada Mei lalu.


Dalam keterangan pers, di Kantor KNKT di Jakarta, Selasa (18/12/2010, Ketua KNKT Tatang Kurniadi menjelaskan detik demi detik kronologis jatuhnya pesawat nahas buatan Rusia tersebut.

Berikut kronologi yang dipaparkan KNKT:
- Pada pukul 14.20 WIB, pesawat tinggal landas dari landasan 06 bandara Halim Perdana Kusuma. Kemudian berbelok ke kanan hingga radial 200 HLM VOR dan naik ke ketinggian 10.000 kaki.

- Pada pukul 14.24 WIB, pilot melakukan komunikasi dengan Jakarta Approach dan memberikan informasi bahwa pesawat telah berada pada radial 200 HLM VOR dan telah mencapai ketinggian 10.000 kaki.

- Kemudian, pada pukul 14.26 WIB, pilot minta ijin turun ke ketinggian 6.000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan lingkaran) ke kanan. Ijin tersebut diberikan oleh petugas Jakarta Approach. Tujuannya agar pesawat tidak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Halim menggunakan landasan 06.

- Pada pukul 14.32 WIB lewat 26 detik, berdasar waktu yang di Flight Data Recorder/FDR (black box) pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 Nm HLM VOR, atau pada koordinat 06-4245"S 106-4405"E dengan ketinggian sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut.
38 Detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning System (TAWS) memberikan peringatan berupa suara; "Terain Ahead, Pull Up" dan diikuti enam kali "Avoid Terrain." Pilot In Command (PIC) mematikan (inhibi) TAWS tersebut karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersbut diakibatkan oleh database yang bermasalah.

7 Detik menjelang tabrakan terdengar peringatan berupa "Landing Gear Not Down" yang berasal dari sistem peringatan pesawat. Peringatan "Landing Gear Not Down" aktif apabila pesawat pada ketinggian kurang dari 800 kaki diatas permukaan tanah dan roda pendarat belum diturunkan.

- Lantas, pada pukul 14.50 WIB, petugas Jakarta Approach menyadari bahwa target pesawat Sukhoi RRJ95B sudah hilang dari layar radar. Tidak ada bunyi peringatan sebelum lenyapnya titik target dari layar radar.

- Pada 10 Mei 2012, keesokan harinya, Basarnas berhasil menemukan lokasi pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini, serta pesawat dalam kondisi hancur.
Dan pada 15 Mei 2012, Cockpit Voice Recorder (CVR) telah ditemukan dalam keadaan hangus akan tetapi memory module dalam keadaan baik dan berisikan dua jam rekaman dengan kualitas yang baik. - -

- Pada 31 Mei 2012, Flight Data Recorder (CVR) ditemukan dalam keadaan baik dan berisikan 150 jam rekaman dari 471 parameter.

Kedua flight recorder (black box) ini dibaca di laboratorium milik KNKT oleh ahli dari KNKT dan disaksikan oleh ahli dari Rusia. Seluruh parameter berhasil didownload dan dari hasil download tersebut tidak ditemukan adanya indikasi kerusakan pada sistem pesawat selama penerbangan.
Hasil simulasi yang dilakukan setelah kejadian diketahui bahwa, TAWS berfungsi dengan baik dan memberikan peringatan dengan benar. Simulasi juga menunjukan bahwa benturan dapat dihindari jika dilakukan tindakan menghindar (recovery action) sampai dengan 24 detik setelah peringatan TAWS yang pertama.

Pelayanan Jakarta Radar belum mempunyai batas minimum untuk melakukan vector pada suatu daerah tertentu, dan minimum safe altitude warning (MSAW) yang ada pada sistem tidak memberikan peringatan pada petugas Jakarta Approach sampai dengan pesawat menabrak.(Ali)


- KNKT Umumkan Fakta Jatuhnya Sukhoi Superjet-100
Jakarta (ANTARA)
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan kelimabelas fakta jatuhnya pesawat Sukhoi RRJ 95B-97004 Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
"Hasil investigasi KNKT dengan berbagai pihak terhadap jatuhnya pesawat Sukhoi dalam rangka meningkatkan keamanan penerbangan dan supaya tidak terulang lagi pada masa yang akan datang," kata Ketua KNKT Tatang Kurniadi dalam keterangan pers di Gedung KNKT, Jakarta, Selasa.


Kelima belas temuan KNKT yang menjadi fakta di balik Tragedi Sukhoi Superjet 100 itu adalah:

- Pertama, penerbangan direncanakan menggunakan aturan terbang secara instrumen pada ketinggian 10.000 kaki selama 30 menit dengan bahan bakar yang mampun untuk terbang selama 4 jam. Wilayah yang diizinkan untuk penerbangan ini adalah di area Bogor sementara itu pilot mempunyai asumsi bahwa penerbangan tersebut telah disetujui untuk terbang ke arah radial 200 HLM VOR sejauh 20 Nm.
- Kedua, peta yang tersedia pada pesawat tidak memuat informasi mengenai area Bogor sebagai area latih pesawat militer maupun kontur dari pegunungan disekitarnya.
- Ketiga, Dalam penerbangan tersebut Pilot In Command (PIC) bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat dan Second In Command (SIC) bertugas sebagai pilot monitoring. Di-cockpit, pada tempat duduk observer (jump seat) duduk seorang wakil dari calon pembeli.
- Keempat, pada pukul 14.20 WIB, pesawat tinggal landas dari landasan 06, kemudian berbelok ke kanan hingga mengikuti ke radial 200 HLM VOR dan naik ke ketinggian 10.000 kaki.
- Kelima, pukul 14.24 WIB, pilot melakukan komunikasi dengan Jakarta Approach (Menara Pengawas) dan memberikan informasi bahwa pesawat telah mencapai ketinggian 10.000 kaki.
- Keenam, pukul 14.26 WIB, pilot minta izin untuk turun ke ketinggian 6.000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan. Izin tersebut diberikan oleh petugas Jakarta Approach.
- Ketujuh, tujuan pilot untuk turun ke ketinggian 6.000 kaki dan membuat orbit adalah pesawat tidak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Halim menggunakan landasan 06.
- Kedelapan, pada pukul 14.32 lewat 26 detik WIB, berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR) pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada koordinat 0642`45"S 10644`05"E dengan ketinggian sekitar 6.000 kaki di atas permukaan laut.
- Kesembilan, Tiga puluh delapan detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning System (TAWS) memberikan peringatan berupa suara: "Terrain Ahead, Pull Up" dan diikuti oleh enam kali "Avoid Terrain". PIC mematikan TAWS tersebut karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersebut diakibatkan oleh database yang bermasalah.
- Kesepuluh, tujuh detik menjelang tabrakan, terdengar peringatan berupa suara "Landing Gear Not Down" yang berasal dari sistem peringatan pesawat. Peringatan tersebut aktif apabila pesawat berada pada ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendarat belum diturunkan.
- Kesebelas, pada 14.50 WIB petugas Jakarta Approach menyadari bahwa target pesawat Sukhoi RRJ95B sudah hilang di layar radar. Tidak ada bunyi peringatan sebelum lenyapnya titik target pesawat dari layar radar.
- Keduabelas, pada 10 Mei 2012, Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) berhasil menemukan lokasi pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam kondisi hancur.
- Ketigabelas, pada 15 Mei 2012, Cockpit Voice Recorder (CVR) ditemukan dalam keadaan hangus akan tetapi memory module dalam keadaan baik serta berisikan dua jam rekaman dengan kualitas baik.
- Keempatbelas, pada 31 Mei 2012, Flight Data Recorder (FDR) ditemukan dalam keadaan baik dan berisikan 150 jam rekaman dari 471 parameters.
- Kelimabelas, kedua flight recorder (black box) tersebut dibaca di laboratorium recorder milik KNKT oleh ahli dari KNKT dan disaksikan oleh ahli dari Rusia. Seluruh parameter berhasil di-download dan dari hasil download tersebut tidak ditemukan adanya indikasi kerusakan sistem pada pesawat selama penerbangan. (tp)


- Jatuhnya Sukhoi di Gunung Salak bukan karena Kerusakan Sistem
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
Ketua KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi), Tatang Kurniadi mengatakan bahwa penyebab kecelakaan pesawat Sukhoi RRJ-95B Registrasi 97004 di Gunung Salak Bogor pada 9 Mei 2012 bukan karena kerusakan sistem pesawat.

"Tidak ditemukan indikasi kerusakan sistem di pesawat Sukhoi RRJ-95B Registrasi 97004," kata Tatang Kurniadi dalam Konferensi Pers di Kantornya, Selasa (18/12/2012).
Hal tersebut disimpulkan setelah membaca Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR) oleh tim KNKT beserta ahli dari Russia.

CVR yang ditemukan pada 15 mei 2012, menunjukkan memory module dalam keadaan baik dan berisi 2 jam dengan kualitas baik. Sedangkan FDR ditemukan pada 31 mei 2012 yang berisi rekaman 150 jam dengan kualitas baik pula.


- KNKT: Ada Tiga Penyebab Pesawat Sukhoi Jatuh
Jakarta (ANTARA)
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyimpulkan ada tiga faktor penyebab yang berkontribusi terhadap jatuhnya pesawat Sukhoi RRJ 95B-97004 Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, kata Ketua KNKT Tatang Kurniadi.


"Hasil investigasi KNKT dengan berbagai pihak terhadap jatuhnya pesawat Sukhoi, menyimpulkan ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut," Kata Tatang Kurniadi dalam keterangan pers di Gedung KNKT, Jakarta, Selasa.

Menurut Tatang, faktor pertama adalah awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan yang dilalui dikarenakan beberapa faktor, dan berakibat awak pesawat mengabaikan pihak dari "Terrain Awareness Warning" (TAWS).

"Pada pukul 14.26 WIB, pilot minta izin untuk turun ke ketinggian 6000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan agar pesawat tidak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Halim menggunakan landasan 06. Izin tersebut diberikan oleh petugas `Jakarta Approach`," ujar dia.
Ia mengatakan tiga puluh delapan (38) detik sebelum benturan, TAWS memberikan peringatan berupa suara: "Terrain Ahed, Pull UP" dan diikuti oleh enam (6) kali "Avoid Terrain". Pilot In Command (PIC) mematikan TAWS tersebut, karena berasumsi bahwa peringatan tersebut diakibatkan oleh "database" yang bermasalah.

Kedua, lanjut dia, Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum pada pesawat yang diberikan "vector" dan sistim dari Jakarta Radar belum dilengkapi dengan "Minimum Safe Altitude Warnin" (MSAW) yang berfungsi untuk daerah Gunung Salak.
"Pelayanan Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum untuk melakukan vector pada suatu daerah tertentu dan MSAW yang ada pada sistim tidak memberikan peringatan kepada petugas Jakarta Approach sampai dengan pesawat menabrak," paparnya.
Ia menjelaskan vector adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot pada pelayanan radar.

Hal yang terakhir, kata dia, terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan.
"Sehingga menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera merubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," ujarnya.(rr)


- Orang Ketiga di Ruang Pilot Sukhoi yang Jatuh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
Misteri tragedi pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100 di gunung Salak, 9 Mei 2012, menyimpan jawaban mengejutkan. Tragedi yang merenggut 45 nyawa itu ternyata akibat obrolan bisnis di ruang kokpit. Obrolan itu membuat pilot keluar dari orbit.


Tribun Jakarta melaporkan, temuan terangkum dalam hasil investigasi bersama Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan tim Rusia. Disebutkan, sebelum menabrak tebing Gunung Salak di ketinggian 6.000 dpl, sekitar pukul 14.00 lebih 32 menit dan 26 detik WIB, pilot Aleksandr Yablontsev yang asyik mengobrol dengan calon pembeli di pesawat Sukhoi RRJ 95B-97004 Superjet 100, tak menyadari pesawat keluar orbit.

Sekitar 38 detik sebelum menabrak tebing, pilot Aleksandr bahkan mematikan peringatan suara terrain ahead, pull up dan diikuti enam kali avoid terrain dari Terrain Awareness Warning System (TAWS).
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi menduga pilot Aleksandr berasumsi peringatan-peringatan itu, akibat database yang bermasalah.

Tujuh detik jelang tabrakan, pilot lambat mengantisipasi tanda-tanda dini suara landing gear not down dari sistem peringatan pesawat. Peringatan itu aktif, manakala pesawat berada pada ketinggian kurang 800 kaki dari permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.

Dalam hitungan detik, tragedi memilukan tak terhindarkan. Semua penumpang yang turut dalam penerbangan joy flight itu tewas berkeping-keping bersama SSJ-100 yang meledak.
Tepat pukul 14.50, petugas menara pengawas Bandara Halim Perdanakusuma baru menyadari, target (SSJ-100) hilang dari layar radar. Saat itu, tak ada bunyi peringatan sebelum pesawat lenyap dari layar radar.
"Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan berkepanjangan yang tak terkait penerbangan. Ini menyebabkan pilot tak segera mengubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," ujar Tatang saat menggelar jumpa pers di Gedung KNKT Jakarta, Selasa (18/12/2012).

Di kokpit Sukhoi kala itu ada tiga orang, selain pilot dan co-pilot. Tatang mengungkapkan, saat demonstration flight itu, tiga orang yang duduk di kokpit adalah pilot in command (PIC) yang bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat.
Lalu, satu orang sebagai pilot monitoring. "Satu lagi pada tempat duduk observer, duduk seorang wakil calon pembeli," ungkap Tatang.

Menurut Tatang, calon pembeli tersebut bukanlah pilot yang bisa duduk di kokpit. Kendati begitu, kata Tatang, wajar jika ada non-pilot yang merupakan calon pembeli ada di kokpit, terutama saat penerbangan promo. "Ya calon pembeli itu ingin tahu lebih lanjut tentang fitur pesawat yang ada," jelasnya.
Menurut Tatang, ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan SSJ-100. Faktor pertama awak pesawat tak menyadari kondisi pegunungan pada jalur yang dilalui.
"Ini mengakibatkan awak mengabaikan peringatan dari terrain avoidance and warning system. Faktor kedua, lemahnya sistem kontrol di Jakarta yang belum dilengkapi data batas tinggi minimum penerbangan," tuturnya.

Sistem kontrol di Jakarta juga belum memiliki sistem peringatan untuk penerbangan di Gunung Salak. Faktor ketiga adalah adanya distraksi yang mengalihkan perhatian pilot. Distraksi itu adalah percakapan berkepanjangan pilot dengan wakil calon pembeli SSJ-100 yang tak terkait penerbangan di kokpit Sukhoi.
"Akibatnya, pilot tidak segera mengubah arah pesawat keluar dari orbit," tandas Tatang.
Mengenai obrolan bisnis itu, Ketua Tim Penyidik KNKT, Mardjono Siswosuwarno mengungkapkan, tim investigasi menemukan fakta bahwa sempat ada diskusi antara pilot dan tamu Sukhoi yang duduk di kokpit.
"Ada diskusi antara tamu dan pilot tentang fuel consumption selama 38 detik," ujar Mardjono. Kemudian, kata dia, sempat ada juga pembicaraan mengenai rencana pesawat berbalik arah ke Bandara Halim Perdanakusumah.
"Sempat ada pertanyaan dari kapten, kita mau pulang apa terus membuat orbit?" tutur Mardjono. Pertanyaan itu diajukan tiga kali. Karena pertanyaan diajukan ketika mengemudikan pesawat, diduga pilot mengambil arah yang tak seharusnya.
"Pilot minta heading 300 ke barat laut, tapi kemudian di sini pilot seperti menyelonong," jelas Mardjono. Pesawat Sukhoi itu menabrak Gunung Salak pukul 0732;16 UTC atau pukul 14:32:16 WIB berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR) pada radial 198 dan 28 Nautical Mile (NM) HLM VOR atau pada koordinat 06 derajat 42'45'S106 derajat 44'05"E dengan ketinggian sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut. ika
Pilot Abaikan Alarm Darurat
Begitulah Kronologi Jatuhnya Pesawat Sukhoi RRJ-95B,ujarnya ..


- Pesawat Sukhoi Sempat Hindari Tebing Gunung Salak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
Kecelakaan pesawat Sukhoi RRJ-95B bernomor registrasi 97004 di Gunung Salak pada 9 Mei 2012, dapat dihindari 24 detik usai peringatan Terrain Awareness and Warning Systems (TAWS) pertama.
"Benturan dapat dihindari sampai 24 detik, sampai TAWS pertama," kata Ketua Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi di kantornya, Selasa (18/12/2012).


Tatang menjelaskan, 38 detik sebelum benturan, TAWS memberikan peringatan berupa suara 'Terrain Ahead, Pull Up, dan diikuti oleh enam kali 'Avoid Terrain'.
"PIC mematikan (inhibit) TAWS, karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersebut diakibatkan database yang bermasalah," jelas Tatang.
Tujuh detik menjelang tabrakan, paparnya, terdengar peringatan berupa suara 'Landing Gear Not Down' yang berasal dari sistem peringatan pesawat.

Peringatan tersebut aktif bila pesawat berada pada ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah, dan roda pendarat belum diturunkan.
Pada pukul 14.50 WIB, petugas Jakarta Approach menyadari bahwa target pesawat Sukhoi RRJ95B sudah hilang di layar radar.(*)


- KNKT: Tidak Ada Kerusakan Sistem Pesawat Sukhoi
Jakarta (ANTARA)
Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) tidak menemukan indikasi kerusakan pada sistem pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Jawa Barat, setelah mengunduh seluruh data dari kotak hitam (black box), kata Ketua Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi.

"Seluruh parameter berhasil di-`download` dan dari hasilnya, tidak ada indikasi kerusakan sistem pesawat selama penerbangan," kata Tatang Kurniadi, dalam konferensi pers mengenai hasil investigasi akhir kecelakaan pesawat Sukhoi SJ 100, di Jakarta, Selasa.
Menurut Tatang, pengunduhan serta pembacaan data melibatkan pihak dari Rusia di laboratorium milik KNKT.
"Itu disaksikan ahli dari Rusia selaku produsen pesawat Sukhoi," katanya.
Ia mengatakan hasil simulasi yang dilakukan setelah kejadian diketahui bahwa, Terrain Awareness Warning System (TAWS) berfungsi dengan baik dan memberikan peringatan dengan benar.
"Simulasi juga menunjukkan bahwa benturan dapat dihindari jika dilakukan tindakan menghindar sampai dengan 24 detik setelah peringatan TAWS yang pertama," ujar dia.
Ia juga menjelaskan saat penerbangan promosi (demonstration flight) yang dilakukan Sukhoi Superjet100 pada 9 Mei 2012, terdapat tiga orang yang duduk di dalam kokpit.
"Ketiga orang tersebut adalah pilot in command (PIC) yang bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat, satu orang adalah pilot monitoring dan seorang wakil calon pembeli pada tempat duduk observer," katanya.
Calon pembeli tersebut, kata dia, bukanlah seorang pilot yang diijinkan berada di kokpit. Namun,itu hal yang wajar terutama saat penerbangan promosi.

"Calon pembeli itu ingin tahu lebih lanjut tentang fitur pesawat yang ada," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Investigasi in Charge KNKT Mardjono Siswosuwarno mengatakan ada pembicaraan antara pilot dan pihak calon pembeli pesawat yang dianggap sebagai gangguan dalam komunikasi.
"Ada obrolan pilot dengan pihak pembeli selama 38 detik yang merupakan distraksi atau pengalihan dari fokus perhatian," katanya.

Percakapan tersebut, lanjutnya, ditemukan di dalam Cockpit Voice Recorder (CVR) yang berdurasi dua jam rekaman dengan kualitas yang baik.
Hal itu menyebabkan pilot menerbangkan pesawat tidak segera mengubah arah ketika pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja. (tp)


- Obrolan Bisnis Picu Kecelakaan Pesawat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA
Misteri tragedi pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100 di gunung Salak, 9 Mei 2012, menyimpan jawaban mengejutkan. Tragedi yang merenggut 45 nyawa itu ternyata akibat obrolan bisnis di ruang kokpit.
Obrolan itu membuat pilot keluar dari orbit.Hal ini terangkum dalam hasil investigasi bersama Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan tim Rusia.

Disebutkan, sebelum menabrak tebing Gunung Salak di ketinggian 6.000 dpl, sekitar pukul 14.00 lebih 32 menit dan 26 detik WIB, pilot Aleksandr Yablontsev yang asyik mengobrol dengan calon pembeli di pesawat Sukhoi RRJ 95B-97004 Superjet 100, tak menyadari pesawat keluar orbit.

Sekitar 38 detik sebelum menabrak tebing, pilot Aleksandr bahkan mematikan peringatan suara terrain ahead, pull up dan diikuti enam kali avoid terrain dari Terrain Awareness Warning System (TAWS).
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi menduga pilot Aleksandr berasumsi peringatan-peringatan itu, akibat database yang bermasalah.

Tujuh detik jelang tabrakan, pilot lambat mengantisipasi tanda-tanda dini suara landing gear not down dari sistem peringatan pesawat. Peringatan itu aktif, manakala pesawat berada pada ketinggian kurang 800 kaki dari permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.

Dalam hitungan detik, tragedi memilukan tak terhindarkan. Semua penumpang yang turut dalam penerbangan joy flight itu tewas berkeping-keping bersama SSJ-100 yang meledak.
Tepat pukul 14.50, petugas menara pengawas Bandara Halim Perdanakusuma baru menyadari, target (SSJ-100) hilang dari layar radar. Saat itu, tak ada bunyi peringatan sebelum pesawat lenyap dari layar radar.
"Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan berkepanjangan yang tak terkait penerbangan. Ini menyebabkan pilot tak segera mengubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," ujar Tatang saat menggelar jumpa pers di Gedung KNKT Jakarta, Selasa (18/12/2012).

Di kokpit Sukhoi kala itu ada tiga orang, selain pilot dan co-pilot. Tatang mengungkapkan, saat demonstration flight itu, tiga orang yang duduk di kokpit adalah pilot in command (PIC) yang bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat.
Lalu, satu orang sebagai pilot monitoring. "Satu lagi pada tempat duduk observer, duduk seorang wakil calon pembeli," ungkap Tatang.

Menurut Tatang, calon pembeli tersebut bukanlah pilot yang bisa duduk di kokpit. Kendati begitu, kata Tatang, wajar jika ada non-pilot yang merupakan calon pembeli ada di kokpit, terutama saat penerbangan promo. "Ya calon pembeli itu ingin tahu lebih lanjut tentang fitur pesawat yang ada," jelasnya.

Menurut Tatang, ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan SSJ-100. Faktor pertama awak pesawat tak menyadari kondisi pegunungan pada jalur yang dilalui.
"Ini mengakibatkan awak mengabaikan peringatan dari terrain avoidance and warning system. Faktor kedua, lemahnya sistem kontrol di Jakarta yang belum dilengkapi data batas tinggi minimum penerbangan," tuturnya.

Sistem kontrol di Jakarta juga belum memiliki sistem peringatan untuk penerbangan di Gunung Salak. Faktor ketiga adalah adanya distraksi yang mengalihkan perhatian pilot. Distraksi itu adalah percakapan berkepanjangan pilot dengan wakil calon pembeli SSJ-100 yang tak terkait penerbangan di kokpit Sukhoi.

"Akibatnya, pilot tidak segera mengubah arah pesawat keluar dari orbit," tandas Tatang.
Mengenai obrolan bisnis itu, Ketua Tim Penyidik KNKT, Mardjono Siswosuwarno mengungkapkan, tim investigasi menemukan fakta bahwa sempat ada diskusi antara pilot dan tamu Sukhoi yang duduk di kokpit.

"Ada diskusi antara tamu dan pilot tentang fuel consumption selama 38 detik," ujar Mardjono. Kemudian, kata dia, sempat ada juga pembicaraan mengenai rencana pesawat berbalik arah ke Bandara Halim Perdanakusumah.

"Sempat ada pertanyaan dari kapten, kita mau pulang apa terus membuat orbit?" tutur Mardjono. Pertanyaan itu diajukan tiga kali. Karena pertanyaan diajukan ketika mengemudikan pesawat, diduga pilot mengambil arah yang tak seharusnya.

"Pilot minta heading 300 ke barat laut, tapi kemudian di sini pilot seperti menyelonong," jelas Mardjono.
Pesawat Sukhoi itu menabrak Gunung Salak pukul 0732;16 UTC atau pukul 14:32:16 WIB berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR) pada radial 198 dan 28 Nautical Mile (NM) HLM VOR atau pada koordinat 06 derajat 42'45'S106 derajat 44'05"E dengan ketinggian sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut.



- KNKT: Sukhoi Superjet 100 jatuh karena pilot ngobrol
MERDEKA.COM 
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memastikan penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 pada 9 Mei lalu bukan karena kesalahan pilot (human error), melainkan karena faktor manusia (human faktor).

"Karena mengobrol harusnya pilot itu konsentrasi. Para pilot harus diberi pelajaran mengenai hal itu. Kalau direktur bisa ke kokpit tapi ada batasannya," kata Ketua KNKT Tatang Kurniadi saat jumpa pers di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (18/12).

Selain itu, sebelum terbang, pilot pesawat pabrikan Rusia itu tidak mempelajari rute yang akan dilewatinya melalui peta yang telah disediakan.

"Sebelum terbang harusnya pilot baca peta tapi enggak, pesawat jadi keluar jalur. Di radar pesawat itu bukit-bukit enggak kebaca. Ke depannya pilot harus melakukan pemetaan untuk menguasai wilayah dan diberikan sesuatu pemanduan ATC yang lebih detail," katanya.

Pesawat Sukhoi Superjet 100 menabrak dan jatuh di Gunung Salak saat sedang melakukan joyflight. Pesawat saat itu membawa 45 orang penumpang.

Setelah berhari-hari pencarian, pesawat akhirnya dapat ditemukan petugas gabungan dari SAR, TNI, Polri dan masyarakat. Seluruh awak dan penumpang pesawat dinyatakan tewas akibat kecelakaan nahas itu.


- Dubes: Tragedi Sukhoi Pererat Rusia-Indonesia
Liputan6.com, Jakarta
Mikhail Galuzin, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, menegaskan akan tetap berkerja sama dengan Indonesia meskipun kecelakaan Sukhoi Superjet 100 telah menewaskan 45 orang. Bahkan, setelah tragedi itu, hubungan Rusia-Indonesia kian erat.

"Saya berkeyakinan bahwa kemitraan antara pihak Rusia dan pihak Indonesia dalam menanggulangi musibah ini dan melakukan investigasi akan membantu mengembangkan suasana bagi peningkatan selanjutnya secara bertahap kerjasama di bidang pengangkutan, termasuk penerbangan sipil, antara lain di bidang pengadaan pesawat-pesawat sipil Rusia untuk pengangkut-pengakut nasional Indonesia," ujar Mikhail Galuzin di gedung KNKT, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta pada Selasa (18/12/2012).
Dia mengatakan, pihak Rusia dan Indonesia telah melakukan proses investigasi dengan baik terkait kecelakaan pesawat itu. Ia pun berkeyakinan bahwa investigasi, yang hasilnya telah tercatat dalam laporan itu merupakan hasil investigasi objektif dan seimbang.

"Menurut estimasi para ahli, investigasi diadakan sesuai dengan standar-standar International Civil Aviation Organization (ICAO). Kesimpulan-kesimpulan dan isi laporan, seperti diketahui, telah diterima oleh semua pihak yang terlibat; Rusia, Indonesia, AS, dan Prancis," katanya.

Menurut Mikhail, investigasi itu akan semakin memperat hubungan Indonesia dan Rusia, terutama dalam kerjasama pesawat pengangkut. Laporan itu merupakan hasil dari kerja sama efektif dan konstruktif antara pihak Rusia dan Indonesia, dengan pesertaan wakil-wakil dari Kementerian Industri dan Perdagangan Rusia, korporasi pesawat-pesawat sipil Sukhoi, dengan dukungan dari para ahli Komite Aviasi Antarnegara, disertai perwakilan dari Komite Nasional Transportasi RI, Kementerian Perhubungan Indonesia, tokoh-tokoh masyarakat ilmiah.

"Saya mengenal bahwa kerja ini diadakan dalam suasana saling mendukung dan kemitraan baik, kita bicara baik mengenai penyempurnaan selanjutnya, sistem-sistem keselamatan penerbangan, maupun mengenai diperkokohnya kerjasama, antara lain demi tujuan ini juga, antara otoritas-otoritas penerbangan Rusia dan Indonesia, serta badan-badan dan organisai bersangkutan lainnya," imbuhnya.

Selain hal tersebut, Duta Besar Rusia untuk Indonesia pada kesempatan yang sama menyampaikan belasungkawa yang sebesar-besarnya untuk keluarga korban, yang tidak hanya berasal dari Indonesia, namun juga berasal dari Rusia, AS, dan Prancis.

"Saya menyampaikan rasa duka cita yang mendalam berkaitan dengan tewasnya korban yang berada di pesawat Sukhoi Super Jet 100, yang mengalami kecelakaan pada 9 Mei 2012. Saya juga ingin mengucapkan belasungkawa yang tulus dan mendalam kepada semua warga Negara Indonesia, Rusia, AS, dan Prancis, yang telah menghilangkan kerabatnya, sudara-saudara dan teman-teman akibat tragedi ini. Tugas kita bersama, mengenang orang-orang yang tewas, berupaya segala sesuatu agar musibah-musibah serupa tidak berulang lagi," papar Mikhail.(Mut)


- Dubes Rusia: Hasil Investigasi Sukhoi Obyektif
Jakarta (ANTARA)
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Yurievich Galuzin, mengatakan hasil investigasi penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat merupakan laporan obyektif dan seimbang.


"Menurut estimasi para ahli, investigasi diadakan sesuai dengan standar International Civil Aviation Organization (ICAO)," ujar Mikhail Yurievich Galuzin dalam keterangan pers "Hasil Investigasi jatuhnya Sukhoi" di Jakarta, Selasa.

Menurut Mikhail, laporan tersebut merupakan hasil kerjasama efektif dan konstruktif antara pihak Rusia dan Indonesia dengan berbagi pihak seperti ahli dari Komite Aviasi Antarnegara, Kementerian Industri dan Perdagangan Rusia, Kemenhub, KNKT, dan lain-lain.
"Kami mengenal bahwa kerja ini diadakan dalam suasana saling mendukung antara satu sama lain," kata dia.
Ia mengatakan, kesimpulan dan isi laporannya sudah diterima ke semua pihak yang terlibat, seperti Rusia, Indonesia, Amerika Serikat dan Prancis.
Dari hasil investigasi tersebut, lanjutnya, digunakan untuk penyempurnaan selanjutnya sistem-sistem keselamatan penerbangan.

"Disamping itu juga diperkokohnya kerjasama, antara lain demi tujuan antara otorita-otorita penerbangan Rusia dan Indonesia, serta badan dan organisasi yang bersangkutan lainnya," kata dia.
Ia meyakini kemitraan antara Rusia dan Indonesia dalam menanggulangi musibah tersebut untuk mengembangkan serta meningkatkan kerjasama bilateral secara bertahap, khususnya di bidang pengangkutan.
"Termasuk penerbangan sipil, antara lain di bidang pengadaan pesawat sipil Rusia untuk pengangkutan nasional Indonesia," kata dia.

Ia juga menyampaikan rasa belasungkawa sebesar-besar atas kejadian yang menimpa pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100 yang mengalami kecelakaan pada tanggal 9 Mei 2012 lalu.
"Kami ucapkan rasa duka cita yang mendalam berkaitan dengan tewasnya korban yang berada di pesawat Sukhoi Superjet 100 yang alami kecelakaan pada tanggal 9 Mei 2012," kata dia.
Dalam Insiden kecelakaan tersebut 45 orang tewas yang terdiri dari dua orang pilot, satu navigator, satu flight test engineer dan 41 orang penumpang.

Penumpang tersebut terdiri dari 4 personel dari Sukhoi Civil Aircraft Company (SCAC), satu orang pabrik mesin pesawat (SNECMA), dan 36 tamu undangan, terdiri dari 34 orang warga negara Indonesia, satu warga negara Amerika dan warga negara Prancis.(rr)


- Rusia Juga Umumkan Hasil Investigasi Sukhoi
TEMPO.CO, Jakarta
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan Rusia juga akan mengumumkan hasil investigasi atas kecelakaan Sukhoi Superjet-100 pada hari ini. "Rusia akan umumkan nanti," kata Ketua KNKT, Tatang Kurniadi, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa pagi tadi, 18 Desember 2012.
"Semuanya sudah selesai," ujar Ketua Subkomite Udara KNKT, Masruri. Ia mengatakan tanggapan dari Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat juga sudah diterima.

Ada tahapan yang harus dilakukan sebelum mengumumkan hasil investigasi itu kepada masyarakat. Setelah investigasi selesai, KNKT melaporkannya kepada Rusia, Eropa, serta Amerika Serikat, selain kepada pemerintah Indonesia.

"Yang pasti, laporan kami sampaikan kepada Rusia karena pesawat itu buatan Rusia," ujar Masruri.
Selain itu, pesawat menggunakan mesin buatan Eropa dan komponen-komponennya dari Amerika Serikat. Oleh karena itu, KNKT akan melaporkan hasil investigasi kepada Eropa dan Amerika Serikat. KNKT akan segera mempublikasikan hasil penyelidikan kecelakaan tersebut setelah menerima tanggapan dari Rusia, Eropa, dan Amerika Serikat.

Sukhoi Superjet-100 adalah pesawat penumpang pertama yang dikembangkan oleh Sukhoi Aircraft, bekerja sama dengan perusahaan penerbangan Amerika Serikat dan Eropa. Di antaranya Boeing, Snecma, Thales, Messier Dowty, Liebherr Aerospace, dan Honeywell.

Pesawat ini termasuk kelas armada rute jarak menengah dengan kapasitas penumpang di bawah 100 orang. Jarak yang mampu diarungi yakni antara 3.048 kilometer hingga 4.578 kilometer, dengan ketinggian 12.200 meter di atas permukaan laut.

Sukhoi Superjet-100 mengalami kecelakaan di Gunung Salak pada Mei silam. Saat hilang, diketahui pesawat ada di titik koordinat 06.43 menit 08 detik Lintang Selatan dan 106.43 menit 15 detik Bujur Timur. Pesawat hilang kontak sekitar pukul 14.33 setelah mengudara selama 30 menit pada Rabu, 9 Mei 2012.


- Detik-detik Jatuhnya Pesawat Sukhoi Terekam Jelas
JAKARTA, KOMPAS.com
Ketua KNKT, Tatang Kurniadi menjelaskan penemuan flight data recorder (FDR) Sukhoi Superjet 100, di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (31/5/2012). FDR Sukhoi ditemukan oleh tim SAR gabungan 20 meter dari ekor pesawat.


 — Hasil investigasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Jawa Barat, pada 9 Mei lalu telah disampaikan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Kementerian Perhubungan, Selasa (18/12/2012), di Jakarta.
Hasilnya, pesawat tersebut dalam kondisi baik dan tanpa gangguan sistem saat meninggalkan landasan Halim Perdanakusuma.
Bahkan, detik-detik terakhir sebelum pesawat hilang kontak dan kemudian jatuh setelah menabrak tebing di Gunung Salak terekam jelas dalam instrumen yang ada di pesawat tersebut.

Pada 9 Mei 2012 pesawat SSJ 100 dengaan nomor penerbangan RA 36801 yang dioperasikan Sukhoi Civil Aircraft Company melakukan penerbangan promosi dari Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma (Bandara HPK). Penerbangan yang mengalami kecelakaan adalah penerbangan kedua pada hari itu.

Penerbangannya direncanakan menggunakan aturan terbang secara instrumen atau instrument flight rules (IFR) pada ketinggian 10.000 kaki selama 30 menit dengan bahan bakar yang mampu menerbangkan pesawat selama empat jam. Wilayah yang diizinkan untuk penerbangan ini adalah area Bogor.

Aleksandr Yablontsev yang bertindak sebagai pilot memiliki asumsi bahwa penerbangan tersebut telah disetujui untuk terbang ke arah radial 200 HLM VOR sejauh 20 Nm. Pada pukul 14.20 WIB, pesawat tinggal landas dari landasan 06 Bandara HPK, kemudian berbelok ke kanan hingga mengikuti radial 200 HLM VOR, dan terus naik sampai di ketinggian 10.000 kaki.

Empat menit kemudian, pilot melakukan komunikasi dengan Jakarta Approach dan memberikan informasi bahwa pesawat telah berada pada radial 200 HLM dan telah mencapai ketinggian 10.000 kaki.
Dua menit berselang, pilot kembali melakukan komunikasi dan meminta izin untuk turun ke ketinggin 6.000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan. Izin tersebut diberikan oleh petugas Jakarta Approach.

"Tujuan pilot untuk turun ke 6.000 kaki dan membut orbit adalah agar pesawat tak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Bandara HPK menggunakan landasan 06," kata Ketua KNKT Tatang Kurniadi di gedung Kementeriaan Perhubungan, Jakarta, Selasa (18/12/2012).

Berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR), pada pukul 14.32 lewat 26 detik WIB, pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 NM HLM VOR dengan ketinggian 6.000 kaki di atas permukaan laut.

Tatang menjelaskan, 38 detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning System (TAWS) meberikaan peringatan berupa suara: "Terrain ahead, pull up" dan diikuti oleh enam kali "Avoid terrain".
Namun, Pilot in Command (PIC) mematikan TAWS tersebut karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersebut diakibatkan oleh database yang bermasalah.

"Tujuh detik menjelang tabrakan terdengar peringatan berupa suara "Landing gear not down" yang berasal dari sistem peringatan pesawat," ujar Tatang.
Peringatan "Landing gear not down" aktif apabila pesawat berada di ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.

Saat kejadian, pesawat berada di sekitar Gunung Salak yang memiliki ketinggian sekitar 2.000 meter dari permukaan laut.

Pada pukul 14.50 WIB petugas Jakarta Approach menyadari bahwa pesawat SSJ 100 telah hilang dari layar radar. Tidak ada bunyi peringatan sebelum lenyapnya titik target pesawat dari layar radar.
Pada 10 Mei 2012 atau sehari kemudian, Basarnar berhasil menemukan lokasi jatuhnya pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam kondisi hancur.


Demikianlah suntungan artikel mengenai kronologis jatuhnya Pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang saya buat untuk pelengkap informasi saja

Edit ; wawansurya
http://mitra-sbm.blogspot.com
http://waones-sbm.blogspot.com
www.affiliate-waones.com
Sumber Berita;
Liputan6.com, Jakarta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
KOMPAS.com
MERDEKA.COM
Jakarta (ANTARA)

merchant 
Search Engine

Artikel Menarik Lainnya :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apabila ada saran atau dalam posting ada kata yang kurang berkenan, saya mohon maaf. terima kasih sudah mampir di blog saya.